IPRA (International Public Relation)
Sejarah IPRA
IPRA
atau International Public Relation
Association, secara resmi didirikan di London pada 1 Mei 1955, dengan
penerapan konstitusi dan penunjukan Dewan IPRA pertama. IPRA meerupakan forum
internasional praktisi PR di seluruh dunia. IPRA terlibat dalam mempromosikan
pertukaran informasi dan kerjasama di setiap sektor profesi dan membangun
peluang bagi pengembangan profesional.
IPRA
dijalankan oleh Dewan Direksi yang dipilih oleh Dewan IPRA yaitu para anggota
dari Negara-negara yang berbeda. Dewan ini dipimpin oleh seorang Presiden yang
juga dipilih oleh Dewan IPRA dan beroperasi dalam satu set Anggaran Rumah
Tangga disepakati oleh Dewan.
Membership
of IPRA
Dalam
hal benefit yang didapat, IPRA memberikan manfaat bagi para praktisi PR (Public Relation) dan komunikasi profesional
dalam tiga cara: profesional, keuangan, dan intelektual. Sedangkan untuk biaya,
biasanya tiap anggota dikenakan iuran tahunan.
IPRA
menyediakan kesempatan jaringan internasional melalui:
·
Konferensi
Global IPRA dan pertemuan regional
·
Direktori
tahunan anggota IPRA yang juga tersedia di situs web pribadi
·
Sistem rujukan
IPRA
·
Kontak atau
hubungan dengan PR pendidik
·
Sertifikat
keanggotaan
·
Hak untuk
menggunakan inisial MIPRA setelah nama Anggota, yang menunjukan bahwa Ia adalah
Anggota
·
On-line portal
ke sumber daya PR Global
Program dari IPRA
Program
yang diadakan oleh IPRA, antara lain:
1.
Campaign
For Media Transparency
Atau bisa diartikan Kampanye Untuk Media
Transparansi. Pada tahun 2001 IPRA meluncurkan kampanye untuk mengurangi
insiden dan praktik ilegal yang terkadang tidak etis dalam hubungan antara PR
dan media.
The Media
Transparency Charter (Piagam Media Transparansi) terinspirasi
oleh kampanye yang menetapkan standar perilaku etis internasional yang sekarang
telah diadopsi oleh praktisi PR di lebih 100 negara, oleh lebih dari 50
asosiasi PR nasional dan internasional, oleh lebih dari 850 konsultan PR, oleh
sekitar 250 ribu praktisi di seluruh dunia.
2.
Golden
World Awards for Excellence in Public Relations
Golden World
Awards for Excellence in public relations dimulai pada
tahun 1991. Diulang tahun IPRA ke 17 Golden
World Awards (GWA) setiap tahunnya memberi penghargaan bagi yang terbaik
dalam pekerjaan Hubungan Masyarat dari seluruh dunia. Penghargaan ini
diselenggarakan dalam serangkaian kategori meliputi the full gamut of public relations activities dan setelah dua
putaran dilihat dari para ahli dari berbagai Negara dan dipilih pemenang untuk
setiap kategori.
Kode
Etik IPRA
Kode
etik IPRA yang disahkan pada tahun 2011, merupakan penegasan etika profesional
dari anggota the International Public Relations Association dan
direkomendasikan kepada praktisi public relations di seluruh dunia.
Kode etik ini merupakan
penyempurnaan dari Code of Venice tahun 1961, Code of Athens tahun 1965 dan
Code of Brussels tahun 2007.
a)
MENGINGAT
Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa yang menentukan “untuk menegaskan kembali
iman dalam hak asasi manusia, martabat dan nilai pribadi manusia”;
b)
MENGINGAT
“Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia “ tahun 1948 khususnya mengingat Artikel
Nomor 19;
c)
MENGINGAT
bahwa public relations, dengan mendorong terciptanya informasi terbuka,
memberikan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan;
d) MENGINGAT bahwa pekerjaan public
relations dan public affairs merupakan ungkapan kebebasan berpendapat kepada
pejabat publik;
e)
MENGINGAT
bahwa praktisi public relations melalui kemampuan komunikasinya dapat
memberikan pengaruh yang luas perlu mematuhi kode etik profesi dan prilaku yang
beretika;
f)
MENGINGAT
bahwa saluran komunikasi seperti internet dan media digital lain dapat
menimbulkan informasi yang menyesatkan yang dapat disebarluaskan dan tidak
tertandingi, diperlukan perhatian khusus dari praktisi public relations untuk
tetap menjaga kepercayaan dan kredibilitas;
g)
MENGINGAT
bahwa internet dan digital media lain perlu mendapat perhatian khusus yang
berkenaan dengan kerahasiaan pribadi dari seseorang, klien, majikan dan rekan
sejawat;
Dalam
tindakannya, praktisi public relations harus:
1)
Ketaatan
Mentaati prinsip prinsip dalam Piagam PBB dan Deklarasi Universal
Hak Asasi Manusia;
2)
Integritas
Bertindak secara jujur dengan penuh integritas setiap saat untuk
menyakinkan dan mempertahankan kepercayaan mereka dengan siapa saja praktisi berhubungan;
3)
Dialogue
Berusaha membentuk moral, kultural dan intelektual untuk melakukan
dialog, dan mengakui hak semua pihak yang terlibat untuk mengemukakan
pendapatnya;
4)
Keterbukaan
Berlaku Jujur dan terbuka dalam mengungkapkan nama, organisasi dan
kepentingan yang diwakili;
5)
Konflik
Menghindari konflik kepentingan dan mengungkapkan konflik tersebut
kepada pihak pihak yang terkait jika diperlukan;
6)
Kerahasiaan
Menjaga kerahasiaan informasi yang diberikan kepada mereka;
7)
Ketepatan
Melakukan langkah langkah yang wajar untuk meyakinkan kebenaran
dan ketepatan dari semua informasi yang diberikan;
8)
Kebohongan
Mengupayakan dengan segala cara untuk tidak menyampaikan berita
yang salah atau menyesatkan, melakukan secara hati-hati untuk menghindari hal
tersebut dan memperbaiki secepatnya jika ternyata terdapat kesalahan;
9)
Penipuan
Dilarang mendapatkan informasi dengan cara menipu atau tidak
jujur;
10) Pengungkapan
Dilarang membentuk atau menggunakan organisasi apapun sebagai
suatu wahana terbuka yang sebenarnya mengandung kepentingan tersembunyi;
11) Keuntungan
Dilarang menjual dokumen kepada pihak ketiga salinan dokumen yang
diperoleh dari pejabat publik;
12) Remunerasi
Dalam memberikan jasa professional, dilarang menerima imbalan
dalam bentuk apapun yang berkaitan dengan jasa dari seseorang selain dari pihak
yang terkait;
13) Pembujukan
Dilarang baik secara langsung atau tidak langsung menawarkan atau
memberikan imbalan dalam bentuk uang atau yang lain kepada pejabat pemerintah
atau media, atau pihak lain yang berkepentingan;
14) Pengaruh
Dilarang menawarkan atau melakukan tindakan yang bertentangan
dengan hukum untuk hal yang dapat mempengaruhi pejabat publik, media dan pihak
lain yang berkepentingan;
15) Persaingan
Dilarang melakukan hal hal yang secara sengaja untuk merusak
reputasi praktisi yang lain;
16) Pemburuan
Dilarang mengambil klien dari praktisi lain dengan cara cara yang
tidak jujur;
17) Pekerjaan
Ketika mempekerjakan seseorang dari pejabat
publik atau pesaing perlu memperhatikan aturan dan kerahasiaan yang disyaratkan
oleh organisasi tersebut;
18) Rekan sejawat
Mengamati
Kode etik ini dengan sikap hormat terhadap anggota IPRA dan praktisi public
relations di seluruh dunia.
Anggota
IPRA harus menjunjung tinggi Kode etik ini, setuju mematuhi dan menegakkan
tindakan disiplin terhadap setiap pelanggaran kode etik dari the International
Public Relations Association ini.
CONTOH
KASUS:
Kasus Penyadapan
Perburuk Hubungan Indonesia-Australia
Hubungan
bilateral Indonesia dan Australia terganggu akibat kasus penyadapan telepon
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono oleh badan intelijen Australia. Pemerintah
Australia telah sekali lagi menolak untuk meminta maaf atas kasus tersebut.
Pemerintah Indonesia kemarin (20/11) mengumumkan keputusan untuk menurunkan
level hubungan diplomatik dengan Australia terkait skandal tersebut. Aksi yang
diambil Indonesia termasuk menghentikan kerja sama di bidang latihan militer
dan penampungan pengungsi. Sebelumnya Indonesia telah memanggil Duta Besar RI
di Australia untuk kembali ke tanah air pada Senin lalu. Hubungan kedua negara
kini anjlok hingga ke titik terendah dalam beberapa tahun terakhir.
Pemerintah
Indonesia pada awal bulan ini pernah meminta Australia memberikan penjelasan
mengenai penyadapan telepon, namun Australia gagal memberikan jawaban yang
memuaskan. Perdana Menteri Australia Tony Abbott Selasa lalu (19/11) mengatakan
tidak akan menyampaikan permintaan maaf kepada Indonesia sebab segala hal yang
dilakukan Australia adalah demi kepentingan negara.
Sikap
keras Australia tersebut mengundang amarah Indonesia. SBY menyatakan penyesalan
atas sikap Tony Abbott, dan menyebutkan hal ini dapat merusak hubungan
kemitraan strategis kedua negara, sehingga Indonesia akan mempertimbangkan
kembali kerja sama kedua negara. The Jakarta Post dalam kolom editorialnya menuduh
Australia tidak mempercayai negara tetangga. Kasus ini akan mengakibatkan
memburuknya hubungan persahabatan kedua negara. Perbaikan hubungan bilateral
akan tergantung pada sikap Australia.
Indonesia
sejak lama dipandang sebagai mitra strategis penting bagi Australia. Sementara,
Australia menyediakan bantuan ekonomi, teknologi dan kemanusiaan kepada
Indonesia. Pada tahun 2012-2013, Australia menyediakan bantuan fiskal sebesar
US$ 608 juta, atau meningkat 20 persen dibanding tahun-tahun sebelumnya kepada
Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, kedua negara telah meningkatkan kerja
sama di bidang politik, militer, ekonomi, keamanan dan maritim.
Sejak
Tony Abott menjabat Perdana Menteri Australia, hubungan Australia dengan
Indonesia terus terganggu terkait masalah penampungan pengungsi. Indonesia
menyatakan akan menghentikan kerja sama dengan Australia dalam urusan pengungsi
sejak terungkapnya skandal penyadapan telepon. Keputusan Indonesia itu
merupakan pukulan berat terhadap Australia yang berkeinginan mengurangi jumlah
pengungsi ke Australia melalui kerja sama dengan Indonesia.
Media
Australia berpendapat bahwa kasus penyadapan telepon menyangkut keamanan dan
kepentingan kedua negara. Jika masalah itu gagal ditangani secara bijaksana,
maka pasti akan mengakibatkan krisis kepercayaan antara pemimpin kedua negara.
Media Australia berpendapat bahwa kerja sama ekonomi antara kedua negara tidak
akan terputus hanya karena skandal tersebut. Perusahaan kedua negara
menargetkan imbalan maksimal ekonomi. Oleh karena itu investasi dan kerja sama
antara perusahaan negara Indonesia-Australia tidak akan terhenti.
Analisis
Kasus
Dalam
hal ini menurut pandangan kami, Humas dari Australia seharusnya bisa
memperbaiki hubungan dengan meminta maaf terhadap Indonesia karena Australia
sudah jelas-jelas melanggar privasi orang nomor satu Indonesia. Akan tetapi
yang terjadi malah sebaliknya, Perdana Mentri Australia tidak mau untuk meminta
maaf dan merasa bahwa apa yang telah dilakukan benar karena untuk kepentingan
Negara. Jika terus seperti ini akan memperburuk keadaan. Lalu mana fungsi
humasnya? Yang seharusnya membuat citra baik tentang Australia?
Hal
ini telah melanggar kode etik IPRA yaitu No 5 Konflik
: Menghindari konflik kepentingan dan mengungkapkan konflik
tersebut kepada pihak pihak yang terkait jika diperlukan; tapi dalam hal ini
anggota IPRA dari Australia tidak melakukan kode etik tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar