Teori Kultivasi (Cultivation Theory) merupakan salah satu teori komunikasi massa. Tokoh yang berjasa dalam Teori Kultivasi ini adalah Profesor George Gerbner. Teori Kultivasi pertama kali dikenalkan ketika Ia menjadi dekan Annenberg School of Communication di Universitas Pennsylvania Amerika Serikat (AS). Teori ini juga dikembangkan oleh George Gerbner bersama Larry Gross. Teori ini berasal dari beberapa proyek penelitian skala besar berjudul "Indikator Budaya" di pertengahan tahun 60-an untuk mempelajari pengaruh menonton televisi. Tulisan pertama yang memperkenalkan teori ini adalah "Living whit Television: The Violenceprofile", Journal of Communication. Tujuannya adalah untuk mengetahui efek atau dampak apa yang didapat penonton dari televisi.
Gerbner dan Stephen Mirirai (1976) mengemukakan
bahwa televisi sebagai media komunikasi massa
telah dibentuk sebagai simbolisasi lingkungan umum atas beragam masyarakat yang
diikat menjadi satu, bersosialisasi dan berperilaku.
Menurut teori kultivasi ini, televisi menjadi
media atau alat utama dimana para penonton televisi itu belajar tentang
masyarakat dan kultur dilingkungannya. Dengan kata lain, persepsi apa yang
terbangun di benak Anda tentang masyarakat dan budaya sangat ditentukan oleh
televisi. Ini artinya, melalui kontak Anda dengan televisi Anda belajar tentang
dunia, orang-orangnya, nilai-nilainya (nilai sosial) serta adat kebiasannya.
Menurut Miller (2005: 282), teori kultivasi
tidak dikembangkan untuk mempelajari "efek yang ditargetkan dan spesifik
(misalnya, bahwa menonton Superman akan mengarahkan anak-anak untuk mencoba
terbang dengan melompat keluar jendela) melainkan dalam hal akumulasi dan dampak
televisi secara menyeluruh, yaitu bagaimana masyarakat melihat dunia dimana mereka
hidup ". Oleh karena itu disebut 'Analisis Budaya'.
Gerbner, Gross, Morgan, & Signorielli (1986)
berpendapat bahwa meskipun agama atau pendidikan sebelumnya telah berpengaruh
besar pada tren sosial dan adat istiadat, namun sekarang ini, televisilah yang
merupakan sumber gambaran yang paling luas dan paling berpengaruh dalam hidup.
sehingga televisi merupakan gambaran dari lingkungan umum kehidupan masyarakat.
Teori Kultivasi dalam bentuk yang paling dasar
menunjukkan paparan bahwa sesungguhnya televisi dari waktu ke waktu, secara
halus "memupuk" persepsi pemirsa tentang kehidupan realitas. Teori
ini dapat memiliki dampak pada pemirsa TV, dan dampak tersebut akan berdampak
pula pada seluruh budaya kita. Gerbner dan Gross (1976) mengatakan
"televisi adalah media sosialisasi kebanyakan orang menjadi peran standar
dan perilaku. Fungsinya adalah satu, enkulturasi".
Teori kultivasi ini di awal perkembangannya
lebih memfokuskan kajiannya pada studi televisi dan audience, khususnya
memfokuskan pada thema-thema kekerasan di televisi. Tetapi dalam
perkembangannya, ia juga bisa digunakan untuk kajian di luar thema kekerasan.
Misalnya, seorang mahasiswa Amerika di sebuah Universitas pernah mengadakan
pengamatan tentang para pecandu opera sabun (heavy soap opera). Mereka yang
tergolong pecandu opera sabun tersebut lebih memungkinkan melakukan affairs
(menyeleweng), bercerai dan menggugurkan kandungan dari pada mereka yang bukan
termasuk kecanduan opera sabun (Dominic, 1990).
Bahkan dengan memakai kacamata kultivasi, ada
perbedaan antara pandangan orang tua dengan remaja tentang suatu permasalahan.
Melalui perbedaan kultivasi, orang tua ditampilkan secara negatif di televisi.
Bahkan para pecandu televisi (terutama kelompok muda) lebih mempunyai pandangan
negatif tentang orang tua dari pada mereka yang bukan termasuk kelompok
kecanduan. Mengapa ini semua terjadi? Karena sebelumnya, televisi telah
memotret atau selalu menampilkan sisi negatif dari orang tua. Misalnya,
bagaimana mereka sering terlihat kolot dalam memahami dan menyelesaikan kasus
yang berhubungan dengan anak muda. Seolah, para pecandu televisi ini tidak
sadar bahwa televisi punya banyak pengaruh terhadap sikap dan perilaku mereka.
Para pecandu berat televisi (heavy viewers) akan
menganggap bahwa apa yang terjadi di televisi itulah dunia senyatanya.
Misalnya, tentang perilaku kekerasan yang terjadi di masyarakat. Para pecandu berat televisi ini akan mengatakn sebab
utama munculnya kekerasan karena masalah sosial (karena televisi yang dia
tonton sering menyuguhkan berita dan kejadian dengan motif sosial sebagai
alasan melakukan kekerasan). Padahal bisa jadi sebab utama itu lebih karena
faktor cultural shock (keterkejutan budaya) dari tradisonal ke modern. Termasuk
misalnya, pecandu berat televisi mengatakan bahwa kemungkinan seseorang menjadi
korban kejahatan adalah 1 berbanding 10, padahal dalam kenyataan angkanya
adalah 1 berbanding 50. Ia juga mengira bahwa 20 persen dari total penduduk
berdiam di Amerika, padahal senyatanya cuma 6 persen. Dengan kata lain,
penilaian, persepsi, opini penonton televisi digiring sedemikian rupa agar
sesuai dengan apa yang mereka lihat di televisi. Bagi pecandu berat televisi,
apa yang terjadi pada televisi itulah yang terjadi pada dunia sesungguhnya.
Program acara sinetron yang diputar televisi
swasta Indonesia
saat ini nyaris segaram, masing-masing sinetron membahaskonflik yang tidak jauh berbeda, seperti anak yang tertukar, amnesia, dan masih banyak yang lainnya.
Gerbner berpendapat bahwa media massa menanamkan sikap dan
nilai tertentu. Media pun kemudian memelihara dan menyebarkan sikap dan nilai
itu antar anggota masyarakat kemudian mengikatnya bersama-sama pula. Dengan
kata lain, media mempengaruhi penonton dan masing-masing penonton itu
menyakininya. Jadi, para pecandu televisi itu akan punya kecenderungan sikap
yang sama satu sama lain.
Penelitian kultivasi menekankan bahwa media massa sebagai agen
sosalisasi dan menyelidiki apakah penonton televisi itu lebih mempercayai apa
yang disajikan televisi daripada apa yan mereka lihat sesungguhnya. Gerbner dan
kawan-kawannya melihat bahwa film drama yang disajikan di televisi mempunyai
sedikit pengaruh tetapi sangat penting di dalam mengubah sikap, kepercayaan,
pandangan penonton yang berhubungan dengan lingkungan sosialnya.
Televisi, sebagaimana yang pernah dicermati oleh
Gerbner, dianggap sebagai pendominasi “lingkungan simbolik” kita. Sebagaimana
McQual dan Windahl (1993) catat pula, teori kultivasi menganggap bahwa televisi
tidak hanya disebut sebagai jendela atau refleksi kejadian sehari-hari di sekitar
kita, tetapi dunia itu sendiri. Gerbner (meminjam istilah Bandura) juga
berpendapat bahwa gambaran tentang adegan kekerasan di televisi lebih merupakan
pesan simbolik tentang hukum dan aturan.
Dengan kata lain, perilaku kekerasan yang
diperlihatkan di televisi merupakan refleksi kejadian di sekitar kita. Jika
adegan kekerasan itu merefleksikan aturan hukum yang tidak bisa mengatasi
situasi seperti yang digambarkan dalam adegan televisi, bisa jadi yang
sebenarnya terjadi juga begitu. Jadi, kekerasan televisi dianggap sebagai
kekerasan yang memang sedang terjadi di dunia ini. Aturan hukum yang bisa
digunakan untuk mengatasi perilaku kejahatan yang dipertontonkan di televisi
akan dikatakan bahwa seperti itulah hukum kita sekarang ini.
Sumber Referensi silahkan kunjungi
http://nurudin.staff.umm.ac.id/2010/01/21/teori-kultivasi-cultivation-theory/#more-91
http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_kultivasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar